PT Freeport … sampai kapan???
Terkait proyek yang kedua di kota Timika ini, terlintas beberapa pernyataan yang mengubah pandanganku tentang kota Timika yang akan datang. Bersama seorang teman, aku mencoba untuk berdiskusi sebagai awal dari penulisan gagasan ini.
Berangkat dari disiplin ilmu perencanaan dan pengembangan wilayah, aku berfikir. Apa jadinya kota ini tanpa pertambangan atau dengan kata lain sector pertambangan telah ditutup karena habis. Bukankah kota Timika ada sebagai hasil dari daya tarik keberadaan PTFI. Jadi akankah kota ini kembali seperti sedia kala?, yaitu kala pendatang sudah meninggalkan Timika setelah kenyang dan tinggallah orang pribumi dengan buah pinang yang senantiasa memerahkan mulutnya?
Sungguh malang bila itu terjadi.
Secara komprehensif, PTFI yang memulai semuanya (lengkapi profil PTFI dan beberapa suku yang ada dan mendapatkan kompensasi).
Ditinjau dari basis ekonomi yang menjadi andalan dalam pendapatan asli daerah (PAD) kabupaten Mimika, ternyata masih belum dapat berkata banyak di data-data dinas pendapatan daerah. sebaliknya pertambangan masih menjadi tulang punggung walaupun sebagai non-basis. Maksudnya, kegiatan ekonomi kerakyatan yang ada belum dapat dijadikan tulang punggung ekonomi untuk membangun kota dan kabupaten Mimika. Untuk itu, peranan stakeholder yang ada harus betul-betul mampu mengembangkan sector basis potensial (kalau perlu segera dilakukan pencarian basis yang baru apabila basis yang ada hanya pas-pasan untuk menutupi dan melengkapi bantuan dari PTFI.
Motto “EME NEME YAUWARE” bisa saja hanya menjadi kata-kata pemanis yang melengkapi lambang pemerintah kabupaten dan kota Timika.
Contohnya, distrik Mimika Timur Jauh (setara kecamatan). Gambaran awal yang ada di fikiranku tentang distrik ini dengan ibukotanya ayuka adalah kota yang damai dan tenang. Setelah berangkat dengan melalui akses jalan yang berbatu-batu dan dikelilingi hutan hujan tropis, terlihatlah bahwa selain damai dan tenang juga kota ayuka (lebih layak disebut dusun pedalaman yang dipaksakan sebagai ibukota) hanya terdiri dari beberapa deret rumah, puskesmas yang dipaksakan, kantor distrik (formalitas), sebuah genset, dan jalan berbatu. Itu saja, aku berfikir ibukota distriknya saja begini apalagi kampong-kampungnya (setara kelurahan). Apalagi distrik yang aksesnya harus lewat sungai dengan speed boat (jita dan agimuga) atau harus lewat udara dengan helicopter (distrik jila).
Lebih jauh, distrik Mimika timur jauh masih mendapat kompensasi dari PTFI sehingga hampir seluruh fasilitas yang ada berasal dari PTFI dan ini menjadi kendala tersendiri bagi otonomi daerah kabupaten Mimika. Tanpa MoU dengan PTFI, maka pembangunan sulit dilaksanakan. Hal itu berarti pengembangan sektor basis masih jauh dari harapan. Belum lagi ditambah dengan persoalan kekuasaan kepala kampong dan kepala suku yang setara dengan raja-raja kecil bagi rakyatnya. Dan banyaknya tanah adat yang tidak bisa diolah tanpa persetujuan kepala-kepala kampong setempat.
Intinya, sungguh sulit mengembangkan potensi basis yang ada (perkebunan dan perikanan) bila infrastruktur, sarana, dan prasarana yang akan mendukung tidak tersedia. Itu berarti APBD tetap mengandalkan “upeti” dari 1 % PTFI.
Sampai kapan???
Apakah kita akan menunggu Tuhan akan memberikan satu lokasi tambang yang baru dan meminta perusahaannya untuk membayar pajak atau tinggal diam dan berpangku manis menuntut alam???
Sampai kapan???
Sungguh, stakeholder yang ada harus betul-betul pandai memecahkan persoalan ini. “Bersatu bersama membangun/EME NEME YAUWARE”,aku khawatirkan hanya menjadi motto pemanis saja.
Basis ekonomi kerakyatan harus dikembangkan secepatnya!
Kabupaten Mimika dan kota Timika bukan milik satu suku saja tetapi milik kita bersama. Milik orang papua, milik pendatang, dan milik semua yang ingin memberikan sesuatu terbaik bagi kemajuan Timika_Mimika.
ALAM AKAN MEMBERIKAN YANG TERBAIK APABILA KITA JUGA MEMPERBAIKI ALAM (orang bijak).
Postingan selanjutnya, aku akan mencoba mengutarakan pengamatan tentang tidak beraturnya pola pembangunan, khususnya kota Timika yang nantinya akan menjadi black city.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar